09 Oktober 2023

Abadikan Kenangan di Sekolah Melalui Fotografi

Kenangan adalah bagian integral dari perjalanan pendidikan kita. Dari berbagi tawa dengan teman-teman sekelas, sampai penyelesaian studi dan wisuda, setiap momen berharga ini layak diabadikan. Kami mendedikasikan diri kami untuk membantu Anda mengabadikan momen-momen ini melalui fotografi profesional dan layanan dokumentasi lainnya. Dapatkan portfolio di link ini.

Layanan Kami


Kami menawarkan berbagai layanan fotografi yang dirancang khusus untuk kebutuhan sekolah dan siswa. Berikut adalah beberapa layanan kami:

Foto Kelas

Teman-teman sekelas adalah teman seperjalanan selama satu tahun pelajaran. Foto bersama teman sekelas merupakan kenangan yang akan disimpan oleh siswa/i sepanjang masa. Di masa pandemi, dalam segala keterbatasan, foto kelas tetap dapat dibuat dengan membuat kolase foto.

Pasfoto & ID Card

Pasfoto dibutuhkan dalam proses administrasi pendidikan, seperti dalam Rapor dan Ijazah. Kami melayani pembuatan Kartu Tanda Siswa (ID Card) dari mika untuk memenuhi kebutuhan ini.

Dokumentasi Wisuda

Wisuda merayakan momen keberhasilan siswa/i menempuh pendidikan dan merupakan tonggak sejarah dalam hidup setiap anak yang membawa sukacita dan membanggakan para orangtua. Dokumentasi Wisuda dalam format foto dan video akan mengabadikan momen berharga ini.

Foto Wisudawan/wati dan Foto Keluarga

Selain dokumentasi kegiatan Wisuda, di saat yang membanggakan ini para Wisudawan dan Wisudawati juga akan berfoto pribadi dan foto dengan keluarga. Studio kami dilengkapi continuous light sehingga keluarga dapat berfoto dengan HP mendapatkan hasil yang bagus. Foto Wisuda merekam pencapaian siswa dalam menyelesaikan studinya. Dukungan keluarga adalah modal besar dalam mencapai keberhasilan dalam studi.

Yearbook

Yearbook atau Buku Tahunan Sekolah adalah kenangan yang dapat dibawa sampai siswa/i dewasa kelak. Buku Tahunan Sekolah berisi foto-foto para guru dan teman-teman seangkatan beserta dengan biodata dan kata kenangan mereka. Pemotretan dikerjakan dengan peralatan profesional, serta desain mengikuti konsep yang disepakati dengan pihak sekolah. Buku tahunan sekolah dicetak digital dan jilid hard cover, sehingga buku tahunan sekolah dapat bertahan lama dalam kondisi baik sampai siswa/i dewasa kelak.

Hubungi Kami

Jika Anda memiliki pertanyaan tentang layanan kami atau ingin membuat janji, jangan ragu untuk menghubungi kami. Anda dapat menghubungi Tiyo W. Prasetyo di 0812-8132-1578 atau email ke tiyowprasetyo@gmail.com. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi website kami di www.imagodei.id


.

08 Oktober 2023

Harga Suka-suka Gue

Gila, mahal amat!! Plakkk, gue dikeplak bini gue. Hush, jangan gitu kek. Malu-maluin aja. Ternyata bukan cuma di pikiran gue tapi terucap dan kencang pula..
Peristiwa di atas gak sekali dua kali terjadi. Kemarin contohnya waktu temani bini ke sebuah mall lawas dekat rumah, kami lihat sebuah kemeja yang harganya... 600rb lebih? Gak masuk akal. Siapa juga yang mau beli? Tapi faktanya baju itu dipajang tentu aja penjual berharap baju itu ada yang beli dan tentu saja memang ada yang beli. Kalau tidak, mungkin baju itu akan masuk ke area diskon, yang mana di toko itu terpampang besar tulisan Diskon 50%+20%.
Alkisah konon gak ada yang salah mematok harga berapapun. Kalau gue gak sanggup bayar 600rb untuk sebuah kemeja, berarti posisi gue memang berada di luar segmen pasar yang disasar sama brand tsb. Mungkin dia menyasar orang2 yang berpenghasilan X sementara gue masih di C. Gak salah juga. Sebuah produk itu kan gak untuk semua orang.
Dan juga kalaupun harganya gak masuk akal buat gue, bukan berarti orang lain akan berpikir sama. Selama penjual dan pembeli sepakat dengan harga tertentu, di sanalah transaksi terjadi.
Setiap orang yang menjual barang atau jasa boleh saja mematok harga berapapun yang dianggapnya sesuai dengan nilai dari barang atau jasa tertentu, sesuai dengan segmentasi pasar yang disasarnya, dan pada waktunya penjual dan pembeli akan sepakat terjadi transaksi.

Fusion Anything

Entah siapa yang memulai pengkategorian atau genre, misalnya dalam musik, makanan, atau apa lah.
Genre (dibaca zongre, jangan dibaca Jonru) itu mengkotak-kotakkan, supaya kita bisa melabel sesuatu berbeda dengan hal lainnya. Contohnya Jazz, entah apa definisi genre Jazz. Apakah Jazz itu gak nge-Jazz kalau gak pakai kunci miring, kunci "mahal", haram kalau pakai kunci Mayor dan perlu diulik jadi kunci MayorMinor7, Sus4, Diminished, dst. Lalu Dangdut, apakah harus menyanyi dengan cengkok meliuk-liuk a la India, dengan tabuhan gendang, atau mendesah, dst?
Begitu musik dikotak-kotakkan, penikmatnya menjadi penggemar loyal kotak tertentu dan bisa jadi pembenci kotak lainnya.
Anak komplek di Jakarta, misalnya, kalau ditawari pengamen nyanyi lagu Dangdut, kemungkinan besar akan mengernyit lalu meminta lagu dari genre lain atau segera memberi uang receh supaya gak "terganggu" oleh musik tsb.
Di sisi lain, orang Kristen ketika naik bis kota, kalau bertemu pengamen menyanyikan lagu rohani, bisa menyiapkan uang "persembahan" 5.000 atau 10.000, nilainya sebesar apa yang ia persembahkan di gereja. Bangga, ketika lagu rohani berkumandang di bis kota. Padahal bisa saja, perilaku itu sudah terbaca para pengamen, apa pun agamanya, untuk mempelajari lagu2 yang bisa menghasilkan uang lebih bagi mereka. Tentu saja ini gue ketahui di jaman2 masih naik bisa kota, sekitar 15-20 tahun lalu. Jaman pra-ojol, sebelum ada Gojek dan Grab dan segala merk lainnya.
Balik lagi ke pengkotakan genre. Kita merasa ada kotak-kotak yang tidak nyambung, setidaknya dalam pikiran saja karena memang belum ada yang mencoba menggabungkannya. Penggabungan genre yang berbeda itu biasa disebut fusion, yang diambil dari bahasa Inggris. Misalnya kita bisa lihat di salah satu resto yang melabel dirinya Japanese Fusion, maksudnya ya makanan Jepang tapi digabungkan dengan gaya lain, misal disajikan di daun pisang, yang Indonesia banget. Atau resto di Bintaro yang menggabungkan Pasta dengan bumbu khas Indonesia, sebutlah spaghetti kuah opor. Di musik, Pop dan Jazz bahkan jadi genre tersendiri seakan memisahkan diri dari Pop sendiri dan Jazz sendiri. Fariz RM sudah lama melakukannya. Bisa gak dangdut difusion dengan rock? Meski tidak melabel seperti itu, nyatanya dari tahun 70an Rhoma Irama sudah melakukannya dan jutaan orang Indonesia bergoyang nikmat mengikuti alunan lagu2 dan dakwahnya. Fusion lagu Jepang yg imut2 dengan Metal, sudah ada yang namanya BABYMETAL, coba aja cari di YouTube. Aneh buat sebagian, tapi ada saja yang mengapresiasinya.
Fusion bukan hal baru dan menghasilkan hal yang aneh, pada awalnya. Setelah terbiasa dan bahkan populer, ya biasa aja.

Makhluk berkecerdasan memakai kecerdasan tiruan

Kita manusia bukannya gak bisa mikir, cuma males aja.

Kalau bisa dibantu oleh kecerdasan buatan, tentu akan nyaman karena bisa membuat kita tidak harus susah payah memeras otak menghasilkan karya orisinal, apalagi selera rendah kita mudah sekali dipuaskan dengan hasil karya tulisan (baik ChatGPT 3 gratisan maupun Bing Chat gratisan) yang berupa artikel, lagu, puisi, dst sampai hasil karya gambar (seperti Dall-e atau Leonardo yang favorit gue juga). Bahkan gak tergoda bayar $20 per bulan untuk berlangganan ChatGPT 4 untuk hasil yang lebih dahsyat. Udah, cukup.

Waktu gak ada inspirasi, yang katanya harus mood dulu, yang katanya nunggu wangsit datang, kita lari ke kecerdasan buatan untuk mancing-mancing inspirasi. Entah ikan macam apa inspirasi itu kok pake dipancing segala.

Blog ini juga bukan perkara mudah menulisnya. Seandainya membuat postingan blog pakai Bing Chat, tentu sudah rampung dari tadi dengan bahasa yang lebih jelas karena tinggal mengetik saja apa yang kita mau lalu klik enter dan voila, langsung tersaji.

Ini baru yang namanya era instan. Foto instan itu udah 20 tahun yang lalu. Mie instan bahkan lebih tua lagi. Jawaban instan juga sudah lama sejak kita sekolah dulu, tapi melanggar aturan karena sebenernya bukan instan tapi lebih ke memindahkan jawaban di lembar kertas teman ke lembar kertas kita sendiri. Seandainya restoran bisa seinstan ini pasti gak akan ada antrian. Pesan menu A, pencet, dan tiba-tiba cring muncul di depan mata, langsung bisa dinikmati.

Entah sesuatu yang instan itu apakah senikmat yang kita bayangkan atau justru membuat ia kehilangan nilai, karena keindahan dan kenikmatan yang sama kita rasakan tapi dengan intensitas yang begitu sering dan tanpa usaha yang besar, nikmatnya tentu akan berkurang. Yah tapi mau gimana lagi, nikmat itu kan subyektif. Kalau mau merepotkan diri sendiri untuk mengejar kenikmatan yang lebih besar, setidaknya untuk diri sendiri, kerjakan saja. Contohnya ya membuat posting ini.

Tulisan yang tergolong pendek tapi karena jarang menulis, akan terasa sulit dan jujur saja, merasa luar biasa kagum atas pencapaian ini. Sederhana ya, tapi ternyata kita bisa menggeser batas diri ini tanpa usaha yang luar biasa besar. Kalau benar-benar diusahakan, dilakukan setiap hari secara konsisten, wah bisa seperti apa coba?

Eh sebentar, emangnya mau menulis blog secara konsisten? Jangan berkhayal kau. Nanti setelah satu dua posting, kembali menggunakan kecerdasan buatan, demi memanjakan otak yang tak seberapa aktif ini.. Haha, dasar manusia modern!

17 Maret 2022

Mau Kurus

Buat orang yang gendut dari lahir dan dari keluarga yang gendut2, tentu gak aneh kalo punya keinginan mau kurus.
Dulu gue dikatain Tiyo kok makin makmur ya, haha halus bener ngatain orang. Maksud Lo gue gendut? Ditanggapi dengan cengar-cengir. Kan bokap gue gendut, nyokap gue gendut. Ya gue juga gendut lah, cetakannya aja gitu.. Alasan itu selalu siap gue pakai sewaktu-waktu orang ngatain gue gendut..
Sekali waktu, anak gue ditawarin mau tambah nasi nggak? Nggak ah, cukup. Aku makannya segini aja, aku gak mau gemuk. Yaahhh, kalo kamu kurus, bapak ibu gemuk, nanti orang gak percaya kamu anak Bapak.. itu tanggapan gue dengan setengah becanda, meski kemudian gue bilang sama dia, kamu hebat deh nak bisa menahan diri. Bapak bangga!
Nah sekarang di usia gue kepala empat, ternyata setelah dicek usia tubuh gue sekitar 10-15 tahun lebih tua. Tubuh gue udah seperti usia orang 50an. Gak bener nih! Harus berubah sekarang, tapi emangnya bisa?
Sekitar seminggu lalu, bini gue minta izin beli paket pelangsing tubuh. Sebenernya dia pernah coba dan gak berhasil. Gue tanya, emangnya mau coba lagi, lalu bedanya apa yang sekarang ini? Waktu itu kan yang jual gak membimbig, jadi cuma jualan produk. Jadi programnya gak jalan.. Hmm, kalau gitu ya udah. Mumpung ada rejeki, boleh deh.
Sebetulnya gue punya teori sendiri mengenai cara menguruskan badan. Teori ya, belom dipraktekin. So teorinya gini: kalo mau kurus, bukannya makan ini makan itu, tapi sesimple gak usah makan. Kalo kita gak makan atau ngurangin makan ya pasti kurus lah. Itu yang paling masuk akal buat gue.
Pas si penjualnya datang presentasi di rumah, ternyata tujuannya bukan untuk ngurusin badan, tapi mengubah cara makan, meningkatkan metabolisme tubuh, mengubah komposisi makanan: high protein low carb more water. Dan dijelasin alasan2nya. Makes sense.
Nanti aku nyobain yah, gitu permintaan gue sama bini. Lah kamu ikut aja, jadi bareng2. Eh iya juga ya. Hayuk lah!
Jadi udah 2 hari berjalan gue jalani program ini. So far gue udah jalanin programnya 2 hari, sekarang ini di hari ketiga.
Rasanya gimana? Hari pertama TERSIKSA. Hari kedua mulai adaptasi. Hari ini terasa biasa aja. Btw programnya 10 hari, target turun 5 kg. Abis itu mau dilanjutin atau gimana ya terserah aja. Gue pilih untuk lihat dulu hasilnya gimana, bener gak mencapai un 3-5kg dalam 10 hari. Buat gue yg >90kg bisa turun 10kg dalam 5 hari meski gak terlalu spektakuler, ya cukup menarik.
Isi programnya sederhana. Minum 2 kaplet sebelum makan, minum mixshake pagi dan malam, makan nasi siang doang, nyemil buah/telor/fitbar di antara waktu makan, dan banyak minum.
Merk-nya apa, gak relevan. Saat ini gue gak mau mempromosikan merk tertentu, entah nanti kalau sudah lewat program 10 hari dan berhasil, mungkin aja gue endorse merk tsb.
Eniwe sesudah 10 hari, rencananya gue mau ubah protein dari merk tsb ke protein Whey yang biasa digunakan orang2 nge-gym. Gue lihat di Tokopedia harganya lebih murah tapi isinya sih sama aja. Bahkan merk yang gue pakai ini juga dijual di Tokopedia dengan harga lebih murah, agak nyesel tapi ya udah lah, kan program yang gue ikuti ini ada mentoring dan komunitasnya, itu yang lebih penting.
Jadi komunitas itu salah satu faktor penting, dengan punya komunitas kita gak merasa berjuang sendirian. Ada teman seperjuangan, ada pola makan yang bisa ditiru, ada yang saling menyemangati.
Ok sementara gitu dulu, nanti gue update lagi dalam beberapa hari. Gue akan update turun berapa kg, lingkar perut susut berapa cm, dan usia tubuh turun berapa tahun.
Kalo gue berhasil dan lo mau (lebih) kurus, nanti gue kasih tau merk dan detil apa yang gue lakukan selama program ini. Bahkan kalo gue udah layak tampil, gue akan kasih foto before-after.
Have a blessed day!

15 Februari 2022

Cara Tidak Boros alias Hemat Bayar Listrik

Saya baru bayar listrik sejak menikah dengan istri, itu sebagai kontribusi anak karena masih tinggal di rumah orangtua. Pernikahan kami tahun 2009, sekarang 2022. Dalam 12 tahun lebih pengalaman bayar listrik, ada peningkatan biaya listrik >500% (naik sedikit demi sedikit), salah satunya karena tarif listrik dinaikkan oleh pemerintah, tapi juga karena jumlah AC bertambah. Sebelumnya hanya 2 AC, kemudian setelah punya anak dan dia cukup besar untuk punya kamar sendiri, kami jadi pakai 3 AC. Di artikel ini, kita hanya bahas tentang AC ya, dimana listrik AC salah satu faktor pemakaian listrik paling besar karena konsumsi listrik besar dan menyala dalam waktu lama.


Bagaimana caranya supaya tidak boros listrik? Kan gak mungkin kita hidup tanpa listrik dan penyedia listrik dimonopoli oleh PLN, jadi gak bisa cari alternatif vendor lain.

  1. Jangan stel suhu di yang paling rendah yaitu 16°C. Tidak mungkin suhu bisa mencapai 16°C di kota-kota besar Indonesia yang panas seperti Jakarta, Cirebon, Semarang, Surabaya, Medan, Makassar, Pontianak, Kupang, Maluku, dst kecuali pakai AC yang PKnya besar sekali. Sebaiknya kita stel suhu di 22°C-25°C, itu sudah cukup sejuk, tidak terlalu dingin. Dari suhu ruangan (misal 28°C) akan dapat mencapai suhu yang ditargetkan (misal 25°C) akan lebih cepat karena hanya selisih 3°C dibandingkan jika targetnya suhu rendah (misal 18°C) yang selisihnya 10°C.
  2. Selain stelan suhu, di AC ada stelan fan atau kipas. Jadi cara kerja AC itu kan mengalirkan freon (dingin) di tabung logam lalu dari belakangnya dihembuskan angin dengan kipas jadi keluarlah angin dingin dari AC. Stel kipas sebaiknya di Auto, karena kalau di Lo/Mid/High kipas akan menyala terus, sementara Auto membuat kipas berhenti ketika suhu mencapai target (misal 25°C).
  3. Jaga kebersihan AC, dengan aliran udara lancar udara menjadi lebih sejuk dan AC jadi lebih efisien. Begini tips sederhana bersihin filter AC: dalam kondisi AC mati, buka tutup depan, angkat/lepas filter udara (biasanya ada 2). Di filter itu biasanya tertutup debu halus, bersihkan dengan air bertekanan (misal shower cebok di kakus), keringkan dan pasang ke tempatnya, lalu tutup lagi. Selain itu, perlu panggil tukang service AC. Cukup per 3 bulan sekali.
  4. Jangan sering menyala-matikan AC, bisa dengan sengaja atau tidak sengaja (listrik jegleg). Listrik yang digunakan untuk menyalakan AC pertama kali itu besar, lalu konsumsi listriknya akan turun dan stabil ketika sudah berjalan. Jadi kalau sering dinyala-matikan, konsumsi listrik juga jadi besar.
  5. Jadwalkan pemakaian AC sehingga AC tidak menyala sepanjang hari.
  6. Tambahkan kipas di kamar untuk membantu sirkulasi udara dingin dari AC.
  7. Gunakan AC yang ukuran PK sesuai dengan ukuran ruangan. Kalau kamu mau beli atau ganti unit AC, begini cara hitung kebutuhan PK AC: ukur ruangan (dalam m), maka rumusnya:
    panjang x lebar x tinggi (dalam meter) x 500.
    Contoh kasus, misal 3x4m (biasanya tinggi ruangan 3m) maka = ((3 x 4 x 3) / 3) x 500 = 6.000
    lalu pilih PK AC yang sesuai dari info di bawah ini:
    AC ½ PK = ±5.000 BTU/h
    AC ¾ PK = ± 7.000 BTU/h --> ini yang perlu dibeli
    AC 1 PK = ± 9.000 BTU/h
    AC 1½ PK = ±12.000 BTU/h
    AC 2 PK = ±18.000 BTU/h
    Kalau PK AC terlalu kecil untuk besar ruangan (mis ½ PK), kerja AC akan terlalu ngoyo alias maksain, sebaliknya kalau PK terlalu besar akan boros di harga beli AC dan juga boros listrik. Gunakan yang sesuai.
Jangan lupa, angin dingin dari AC jangan mengena langsung kena kulit, terutama ke bagian belakang kepala. Nanti sakit! Yuk jaga kesehatan fisik dan jaga kesehatan mental (dengan menghemat bayar listrik).

Kondom kok Disita

Kemarin adalah hari Valentine, hari 'raya' informal yang dikenal di seluruh dunia. Tahun ini, gue gak lihat banyak ucapan selamat hari Valentine seliweran di WA maupun di medsos. Dibanding dengan tahun-tahun lalu, tahun ini sangat sangat sepi. Entah apakah orang tak merasa gregetnya lagi atau tak melihat apa pentingnya hari ini dibanding hari-hari lainnya atau alasan lainnya.

Menariknya, kemarin ada berita tentang Satpol PP Makassar merazia kondom dan tissue magic yang konon dibeli pasangan-pasangan muda (berpacaran) untuk melakukan hubungan seks di luar nikah. Sumber klik di sini. Nyambung gak? Ya enggak lah.


Satpol mau mencegah orang berbuat maksiat (berhubungan badan yang bukan suami-istri) tapi gak tepat sasaran. Tanpa kondom juga bisa berhubungan badan. Kondom itu bukan syarat untuk berbuat maksiat, hanya untuk mencegah akibat dari yang tidak diinginkan, yaitu kehamilan di luar nikah. Berhubungan badan tanpa kondom malah rasanya lebih enak, tapi deg-degan kalau sampai 'telat'. Apakah itu akan menghalangi mereka berbuat zinah? Rasanya tidak.

Apakah kondom hanya dijual di minimarket merah dan biru? Apakah semua minimarket disita atau cuma tertentu dan buat pencitraan masuk berita saja? Apakah pasangan tsb membeli kondom hanya di H-1 atau bahkan saat hari H? Lalu bagaimana dengan para suami yang membutuhkan kondom, untuk mencegah kehamilan istri, mungkin  mereka sudah tidak sanggup kalau tambah anak lagi tapi hasrat kelaki-lakiannya perlu disalurkan. Ada banyak pertanyaan yang muncul karena keputusan konyol razia kondom ini. Satu lagi, setelah kondom itu disita, lalu diapakan? Apakah dibagi-bagikan di jajaran Satpol PP atau dijual di daerah lain atau dijual ke pemasok atau ke tukang obat kuat atau apa? Lalu, keuntungan dari penjualan tsb, siapa yang menikmati?

27 Januari 2021

Susahnya Menulis

Menulis itu sebetulnya bukan sesuatu yang berat, tapi tidak terbiasa. Lebih terbiasa membaca, itu pun banyak yang tidak sungguh-sungguh melakukannya.

Sekian tahun lalu saya pernah terkagum-kagum ketika Elrond, anak seorang teman, tiba-tiba bisa membaca karena ia diajari membaca merk barang-barang yang ada di rumah maupun di luar rumah. Tidak, ia tidak melalui b-a-ba-b-u-bu-babu. Tidak juga mengenal huruf A besar, huruf a kecil. Ia hanya diperkenalkan dengan tulisan dan bagaimana bunyinya. General, Panasonic, Sony, Hitachi, dan seterusnya. Lama kelamaan ia mampu membaca lebih banyak lagi, hingga akhirnya sebuah kalimat. Sebuah lompatan besar yang membuat kita mengira ia tak melalui proses b-a-ba-b-u-bu tersebut, padahal proses itu tetap terjadi dalam otaknya, tanpa kita (orang lain) sadari. Inilah yang membuat saya terkagum-kagum.

Elrond sudah bisa membaca berbagai merk. Ya, bagus, tapi kemampuan membaca ini belum mendalam, karena belum tentu ia "kuat" membaca tulisan yang lebih panjang, atau bahkan sebuah buku apalagi novel. Kemampuan itu akan bertumbuh ketika ia rajin membaca, bukan hanya satu jenis tulisan tapi juga beragam jenis tulisan, mulai dari komik, surat, berita, cerita, laporan, karya ilmiah, dan seterusnya.

Terlebih lagi dengan menulis. Bukan hanya kemampuan merangkai kata tapi juga menyampaikan gagasan. Butuh usaha ekstra keras untuk membiasakan diri menulis. Entah berapa banyak blog yang berisi perasaan menyesal sudah lama tidak mengupdate blog tersebut. Di blog-blog saya pun begitu. Menulis kalau tidak dijadikan kebiasaan, akan menjadi beban karena takut salah menulis, takut dikritik, bahkan takut untuk sekadar mengungkapkan gagasan, atau takut ketahuan tidak punya gagasan.

Dengan adanya ponsel pintar (smartphone) kita bisa dengan mudahnya mengambil gambar dan ketika melatih diri kita bisa membuat gambar yang baik. Ketika diunggah ke media sosial, tak sedikit yang kebingungan menulis caption-nya. Mengunggah foto tanpa tulisan, rasanya tak elok. Tapi entah mau menyertakan tulisan apa. Mau menulis yang sesungguhnya, terlalu obvious. Foto keluarga di pantai diberi caption "Di Pantai". Ah, masa begitu doang? Tak jarang pula ditemui foto dengan caption berbahasa Inggris, "Caption this" yang bermakna, "Kau sajalah yang memberi tulisan," atau "Menurutmu apa sebaiknya judul foto ini? Aku tak tahu mau menulis apa!"



24 Juni 2020

Memenuhi Kebutuhan

Kita punya banyaaaaak kebutuhan dalam hidup. Sepanjang hidup, kita selalu berusaha memenuhi kebutuhan2 tsb. Kerja jauh dari rumah dan dapat uang segunung, tetap gak bahagia, ternyata karena kebutuhannya ternyata bukan (hanya) uang. Udah kawin, kemudian cerai. Banyak alasannya, panjang ceritanya. Ternyata, intinya adalah ada kebutuhan yang tidak terpenuhi. Kebutuhan-kebutuhan yang menjadi biang masalah akan susah terungkap tapi justru gejala dan kejadiannyalah yang panjang dan diulang-ulang.
Masalah klasik dari umat manusia adalah ia bisa melihat hal kecil di kawannya tapi tak bisa melihat hal besar pada dirinya sendiri. Ia bisa menganalisis, mengomentari, mengkritik orang lain tapi cenderung tak mengenal dirinya sendiri. Banyak orang tak tahu apa yang dibutuhkannya. Kalaupun tahu, ia tidak bisa mengkomunikasikan kebutuhannya supaya kebutuhannya itu terpenuhi.
Dimana ada masalah, di situ ada peluang. Di sinilah peluang bagi konselor, psikolog, pekerja sosial, membantu klien atau konseli mengenali kebutuhannya dan mengkomunikasikan bagaimana supaya kebutuhannya terpenuhi.

Anakku, Pelatihku

Jadi kemarin, tiba-tiba gue niat push up. Ok, enak juga badan jadi segar.
Lalu terlintas gimana kalau dalam konteks parenting dan fatherhood, gue melibatkan anak.
Jadi gue panggil Bhima, "Bhi, mau gak kamu Bapak gaji?"
"Hah, berapa? Ngapain?"
"Jadi gini, Bapak mau niat olah raga. Kamu tugasnya mengingatkan Bapak untuk latihan setiap hari. Pagi atau siang hari. Kalau malam, Bapak udah capek, gak mau olah raga. Sekarang kan tanggal 10 Juni, nanti di akhir bulan Bapak kasih kamu gaji Rp.50.000"
Mukanya langsung kaget sambil senyum. "Waaah Rp.50.000!!!" begitu katanya sambil bersemangat.
"Iya, nanti tanggal berapa ya. Tanggal 25 Juni Bapak kasih gaji kamu, tapi harus kerja dulu yang benar ya. Ingat tugasmu, yaitu mengingatkan Bapak untuk olahraga."
"OK pak. It's a deal!" lalu kita bersalaman.
.
Tujuan gue melakukan itu adalah sebetulnya menanamkan tanggungjawab pada anak dan memberi dia pengalaman bekerja, serta tentunya mendukung gue olahraga.
Bhima itu sebetulnya mirip gue dalam hal selebor, kurang teliti, sering lupa, dst. Dengan diberi tugas untuk mengingatkan dan menjadi Coach bagi bapaknya, diharapkan ia menjalankan tugasnya dengan baik, sambil punya rutinitas baru. Rutinitas ini diharapkan mengikis kebiasaan sering lupanya.
Sejauh ini, gue sangat puas karena Bhima sangat bagus dalam memberi semangat saat gue olahraga.
.
Olahraga yang gue lakukan ini gak rumit kok, hanya pushup dan situp 10x sebanyak 3 set.

29 Mei 2020

New Normal itu Gak New-New Amat

New normal sebetulnya selalu kita alami di sepanjang kehidupan. Gak pernah ada masa yang benar2 selalu stabil. Waktu sekolah tiap tahun ganti kelas, ganti guru, tambah teman,. Waktu kerja juga selalu ada hal2 dinamis baik itu perubahan tim kerja, masalah yang dihadapi dan perlu diselesaikan bersama, perbedaan jenjang karir serta perubahan hak dan tanggungjawabnya, membuat kita perlu berubah dan beradaptasi.
Dengan begitu, sebetulnya kita bisa bilang siapa yang mampu beradaptasi dengan lebih baik, lebih cepat, akan bisa move on lebih baik dan lebih cepat dari apapun masalah yang menghambatnya.
Selalu nantikan perubahan dan nikmatilah perubahan itu. Ojo kagetan, ojo gumunan, kalo kata orang Jawa. Ini masih relevan sampai saat ini.

Abadikan Kenangan di Sekolah Melalui Fotografi

Kenangan adalah bagian integral dari perjalanan pendidikan kita. Dari berbagi tawa dengan teman-teman sekelas, sampai penyelesaian studi dan...